RIMAUNEWS.CO.ID, Palembang – Hari pertama pementasan teater “Sultan Mahmud Badaruddin II: Harimau yang Tak Dapat Dijinakkan” di Gedung Graha Budaya Jakabaring, Palembang, Jumat (17/10/2025), dipadati penonton dari berbagai kalangan. Antusiasme tinggi ini menjadi tanda kebangkitan semangat seni pertunjukan di Bumi Sriwijaya.
Pertunjukan yang digarap sutradara sekaligus penulis naskah Vebri Al-Lintani ini bukan sekadar hiburan panggung. Lebih dari itu, karya tersebut berupaya menghadirkan kembali ketangguhan, keberanian, dan jiwa perlawanan Sultan Mahmud Badaruddin II (SMB II) — pahlawan nasional yang menjadi simbol kedaulatan dan harga diri masyarakat Palembang terhadap penjajahan.
“Pagi tadi memang masih ada beberapa kekurangan, tapi sore harinya kami sudah melakukan banyak perbaikan. Ada rasa gembira dan haru melihat penonton begitu antusias. Masyarakat cukup apresiatif terhadap teater yang kami tampilkan,” ujar Vebri.
Pertunjukan ini dijadwalkan berlangsung selama lima hari dengan delapan kali penayangan. Karena itu, menurut Vebri, menjaga stamina dan semangat para pemain menjadi prioritas utama.
“Kami terus menjaga kondisi pemain dengan vitamin dan doa. Yang penting stamina, kesehatan, dan kewarasan mereka tetap terjaga sampai hari terakhir. Setiap hari pasti ada perbaikan agar penampilan semakin matang,” ucapnya.
Ia mengapresiasi dedikasi tinggi para pemain yang telah berbulan-bulan berlatih menghadapi berbagai tantangan.
“Saya sangat berterima kasih kepada adik-adik pemain yang disiplin dan tekun. Mereka punya tekad kuat untuk tampil sebaik mungkin,” kata Vebri.
Tingginya antusiasme masyarakat juga tercermin dari penjualan tiket. Dari 3.500 tiket yang disiapkan, sekitar 90 persen telah terjual.
“Masih tersisa sekitar 300 tiket lagi. Alhamdulillah, hampir setiap pertunjukan bangku penuh. Kami berharap penonton terus ramai hingga hari terakhir,” ujarnya.
Meski sukses di panggung, Vebri tak menutup mata terhadap tantangan besar dunia teater di Palembang.
“Kalau boleh jujur, kami ini seperti menanam di tanah tandus. Ekosistem teater di Palembang masih lemah. Kami sulit mencari aktor dan juga sulit mendapatkan fasilitas yang layak,” ungkapnya.
Ia menyoroti kondisi Gedung Taman Budaya (Graha Budaya) Jakabaring yang dinilai belum sepenuhnya mendukung pertunjukan seni profesional.
“Dari luar tampak megah, tapi di dalam banyak kursi rusak, sirkulasi udara panas, dan panggung belum standar. Padahal gedung ini seharusnya jadi rumah bagi para seniman,” jelasnya.
Vebri juga menyampaikan pesan kepada Gubernur Sumatera Selatan agar lebih memperhatikan sektor kesenian.
“Kalau dibandingkan dengan olahraga, kesenian jauh tertinggal. Fasilitas olahraga di Jakabaring sangat megah dan lengkap, tapi untuk kesenian hanya satu gedung saja yang kondisinya pun tidak ideal. Ini tidak logis kalau seni terus dikesampingkan,” tegasnya.
Menurutnya, perhatian pemerintah terhadap seni pertunjukan bukan hanya soal fasilitas, tetapi juga tentang membangun ruang bagi generasi muda untuk berkarya.
“Kalau ada gedung yang layak dan komunitas yang hidup, kita tidak akan kesulitan mencari aktor atau seniman baru. Teater adalah tempat mendidik jiwa, membentuk karakter, dan menjaga warisan budaya,” ujar Vebri.
Meski dalam keterbatasan, semangat para seniman tetap menyala. Pentas ini menjadi bukti bahwa seni di Palembang masih hidup, bergerak, dan berjuang untuk tetap eksis.
“Semoga pertunjukan ini bisa menjadi api kecil yang menyalakan kembali semangat kesenian di Sumatera Selatan,” tutupnya penuh harap.
Sementara itu, produser pertunjukan Fir Azwar menambahkan, pementasan teater “Sultan Mahmud Badaruddin II: Harimau yang Tak Dapat Dijinakkan” merupakan salah satu pertunjukan paling spektakuler di Sumatera Selatan.
“Selama hampir 15 tahun tidak ada pertunjukan seperti ini. Hari pertama saja penonton ramai, kursi terisi penuh selama dua kali pertunjukan,” ujarnya.







