RIMAUNEWS.CO.ID, Palembang – Suasana penuh haru dan kebanggaan menyelimuti peringatan Hari Tari Dunia yang digelar di Lawang Borotan, Benteng Kuto Besak (BKB), Selasa malam (29/4/2025). Kegiatan ini menjadi ajang apresiasi bagi para seniman tari, sekaligus mengenang dan mendedikasikan acara kepada salah satu legenda tari Palembang, Cek Ya Lena.
Peringatan ini diselenggarakan oleh Komunitas Seniman Tari (KASTA) Kota Palembang di bawah pimpinan Imansyah, bekerja sama dengan Pemerintah Kota Palembang. Ini menjadi bentuk nyata komitmen pelestarian budaya, khususnya seni tari tradisional.
Lawang Borotan sendiri merupakan pintu belakang dari Keraton Kuto Besak. Dalam masa kepemimpinan Pj Wali Kota Palembang, Ucok Abdulrauf Damenta, pada Jumat (25/10/2024), kawasan ini telah dilaunching sebagai destinasi wisata berbasis sejarah dan budaya di Kota Palembang. Damenta menyebutkan perbaikan Lawang Borotan memakan waktu sekitar satu bulan dan selesai pada 1 November 2024. Kawasan ini nantinya juga akan menjadi tempat pertunjukan teatrikal berkala oleh pegiat seni dan sejarawan.
Turut hadir dalam acara ini, Sultan Palembang Darussalam SMB IV Jaya Wikrama RM Fauwaz Diradja, SH, M.Kn, Asisten Administrasi dan Umum Provinsi Sumsel Zulkarnain, S.E., M.M, Plt Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Rudi Indawan, serta perwakilan dari berbagai dinas dan komunitas seni seperti budayawan Vebri Al Lintani, sejarawan Kemas Ari Panji, dan para seniman tari termasuk Isnayanti Safrida dan Ali Goik.
Tajuk utama peringatan ini adalah dedikasi untuk Cek Ya Lena, seniwati legendaris Palembang yang aktif pada era 1960–1990-an. Dalam momen tersebut, Vebri Al Lintani sempat membacakan biografi lengkap Cek Ya Lena yang dikenal luas sebagai pencipta tari, penyanyi keroncong, dan pemain sandiwara.
Acara dibuka oleh Plt Asisten II Rudi Indawan yang memberikan apresiasi tinggi terhadap kegiatan ini.
“Kami sepakat Pemkot Palembang akan terus melestarikan tari-tari tradisional terutama yang berasal dari kota Palembang.”
Acara menampilkan beragam pertunjukan, seperti lagu-lagu karya Nungcik Alidin serta puncaknya adalah Tari Pelimbangan karya Cek Ya Lena yang dibawakan secara massal. Pertunjukan semakin meriah dengan iringan musik tradisional dari kelompok Rejung Pesirah, dan diakhiri dengan kebersamaan antara penari, tamu undangan, dan masyarakat.
Sultan SMB IV juga menyampaikan apresiasinya:
“Acara ini sangat bagus karena kita mengapresiasi salah satu penari di Sumatera Selatan yang telah berjasa, yaitu Cek Ya Lena… Jasa-jasa beliau harus kita kenang… karya-karyanya bisa kita nikmati sampai hari ini.”
Ia juga berharap agar kegiatan ini bisa menjadi agenda tahunan yang lebih besar dan dilaksanakan di lokasi utama Benteng Kuto Besak agar lebih banyak masyarakat bisa ikut serta.
Iman Kasta, Ketua Panitia, menjelaskan bahwa acara ini melibatkan ratusan penari dari berbagai daerah dan menjadi sarana memperkenalkan Lawang Borotan sebagai destinasi wisata baru di Sumsel. Acara dimulai pukul 15.00 WIB dan berpuncak pada penampilan massal karya tari Cek Ya Lena.
Sementara itu, acara peringatan Hari Tari Dunia juga digelar di tempat lain, yaitu di Palembang Square Mall, Rabu siang (30/4/2025), dengan tajuk “Menari Tanggai”. Acara ini melibatkan penari-penari ternama seperti Ana Kumari (Mirza Indah Dewi), Tante Lina, Isnayanti Safrida, Indri “Penari 8 Jam Nonstop”, Kak Ewa, Kak Eric, Kirana Entertainment, dan KD2. Penari mengenakan gandek, atasan kaos sanggar atau kaos putih, serta kain, dan diikuti oleh banyak komunitas tari dari Kota Palembang.
Profil Singkat Cek Ya Lena
Cek Ya Lena memiliki nama asli Ernawati, lahir di Surabaya tahun 1932. Ia dikenal sebagai seniman yang multitalenta—pencipta tari, penyanyi keroncong, dan pemain sandiwara. Ia menikah dengan Nungcik Alidin pada 1953 dan mendirikan kelompok sandiwara Nilawati. Karya-karya tari terkenalnya antara lain: Melati Karangan, Tenun Songket, Pelimbangan, Gadis Turun Mandi, dan Panca.
Walau berdarah campuran (ayah Belanda, ibu Jawa), Cek Ya Lena memilih tinggal di Palembang dan tidak kembali ke Belanda meskipun ditawari warisan. Ia setia menemani suaminya dan konsisten berkarya hingga akhir hayatnya. Bersama Nungcik Alidin, ia turut melestarikan dan membentuk identitas budaya Palembang. (DO)