JPU Sebut Terbukti Korupsi Bersama-sama, Tiga Eks Pejabat Dishub Banyuasin Dituntut 3 Tahun Penjara

RIMAUNEWS.CO.ID, Palembang – Jaksa penuntut umum Kejari Banyuasin, menuntut 3 tahun penjara tiga terdakwa yakni Anthony Liando eks Kadishub Banyuasin, Eko Prasetyo eks Kepala UPTD Pelayanan Angkutan Darat, dan Salamun eks Kasubbag Tata Usaha UPTD Pelayanan Angkutan Darat Banyuasin.

Ketiga mantan pejabat Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Banyuasin yang terjerat kasus dugaan korupsi retribusi parkir dengan kerugian negara mencapai Rp1,1 miliar, dituntut hukuman penjara masing-masing selama 3 tahun.

Tuntutan tersebut dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Banyuasin, dihadapan majelis hakim Masriati SH MH, di PN Tipikor Palembang, Kamis (2/10/2025).

Dalam amar tuntutannya, JPU menyatakan ketiganya terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama untuk memperkaya diri sendiri maupun orang lain.

Atas perbuatan para terdakwa diancam pidana dalam Pasal 12 Huruf e Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah dirubah dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

“Menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pidana kepada masing-masing terdakwa dengan hukuman penjara selama 3 tahun,” tegas JPU di hadapan majelis hakim.

Selain pidana penjara, para terdakwa juga dituntut membayar denda, masing-masing Anthony Liando: Rp250 juta subsider 8 bulan kurungan. Eko Prasetyo: Rp250 juta subsider 1 tahun kurungan. Salamun: Rp167 juta subsider 6 bulan kurungan.

Atas tuntutan itu, penasihat hukum ketiga terdakwa menyatakan akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) yang rencananya dibacakan pada sidang pekan depan.

Dalam uraian dakwaan, JPU menjelaskan modus korupsi dilakukan melalui pengurangan setoran, manipulasi laporan penerimaan, serta memanfaatkan lemahnya sistem manual pengelolaan retribusi.

Hasil audit internal menemukan adanya selisih besar antara setoran resmi dengan penerimaan di lapangan, yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp1,147 miliar.