RIMAUNEWS.CO.ID, Lubuklinggau – Kejaksaan Negeri (Kejari) Lubuklinggau terus melakukan penyidikan dugaan kasus korupsi biaya pengganti pengelolaan darah pada Unit Palang Merah Indonesia (PMI) Cabang Lubuklinggau tahun 2023–2024.
Saat ini, proses hukum sudah berada di tahap penyidikan (DIK), dan pemeriksaan saksi-saksi telah dilakukan guna memperkuat alat bukti sebelum melangkah ke proses selanjutnya, yakni gelar perkara.
Kepala Kejari Lubuklinggau Suwarno, SH, MH melalui Kasi Intel Armein Ramdhani menyampaikan bahwa penanganan kasus ini masih berjalan sesuai prosedur dan berada di jalur yang benar.
“Penanganan kasus ini masih berjalan sesuai prosedur, on the track, dan berada di jalur yang benar,” ujar Armein.
Meski demikian, penetapan tersangka masih harus menunggu hasil audit perhitungan kerugian negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Sumatera Selatan.
“Setelah seluruh petunjuk dari BPKP terpenuhi, kami akan segera menggelar perkara untuk menetapkan tersangka yang bertanggung jawab secara hukum,” katanya.
“Saat ini kami sedang menunggu hasil audit BPKP Provinsi Sumsel. Insya Allah bulan Agustus ini akan kita tetapkan tersangkanya,” tegas Armein.
Ia menjelaskan, lambatnya penghitungan oleh BPKP disebabkan adanya perombakan organisasi, di mana koordinator bagian penghitungan mengalami pergantian orang.
“Walaupun sempat terhambat, awal Agustus target penyidik akan dilakukan penetapan tersangka atau gelar perkara,” katanya lagi.
Saat ditanya awak media terkait jumlah tersangka, Armein menjawab bahwa untuk sementara sudah ada dua nama yang dikantongi penyidik, namun tidak menutup kemungkinan akan bertambah sesuai dengan hasil pengembangan penyidikan.
Hingga kini, lebih dari 10 orang telah dipanggil dan diperiksa sebagai saksi dalam perkara yang diduga merugikan keuangan negara tersebut.
Kejaksaan menargetkan seluruh rangkaian proses akan rampung pada Agustus sebelum akhirnya mengumumkan penetapan tersangka.
Diketahui sebelumnya, dugaan korupsi tersebut berasal dari dana pengganti pengelolaan darah, yakni uang yang dibayarkan masyarakat atau rumah sakit sebesar Rp360.000 per kantong darah selama dua tahun.
Bayangkan saja, dalam dua tahun dengan tarif Rp360.000 per kantong, terdapat ribuan kantong yang diduga menjadi objek korupsi. (mil)