RIMAUNEWS.CO.ID, Palembang – Tim penyidik pidsus Kejati Sumsel, menahan tersangka Wilson direktur PT BSS dan PT SAL atas kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas pinjaman atau kredit dari salah satu bank plat merah kepada PT BSS dan PT SAL yang rugikan negara Rp 1,183 triliun.
Kajati Sumsel Dr Ketut Sumedana SH MH, mengatakan sebelumnya tim penyidik telah menetapkan enam orang tersangka. Namun, yang datang pada saat pemeriksaan hanya lima tersangka, hari ini tim penyidik pidsus Kejati Sumsel, melakukan penahana terhadap tersangka WS selaku direktur PT SAL dan BSS.
“Sebelumnya WS telah ditetapkan tersangka bersama lima orang tersangka lainnya yang lebih duluh ditahan di rutan pakjo Palembang dan lapas perempuan merdeka Palembang,” tegasnya.
Ketut juga menyampaikan tersangka WS ini akan dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan dari tanggal 17 November hingga 6 Desember 2025, di rutan pakjo Palembang.
Sementara itu as pidsus Kejati Sumsel Dr Adhryansah SH MH, menambahkan untuk peran tersangka WS ini melakukan pengajuan kredit terhadap pembiayaan.
“Yang bersangkutan mempunyai oraritas penuh mengeluarkan dana untuk mengurus dokumen – dokumen terkait perizinan HGU dan HGB,” tegasnya.
Ia juga menjelaskan, tersangka WS ini didalam struktur perusahaan berkedudukan sebagai direktur utama baik PT BSS maupun PT SAL.
“Tersangka WS merupakan penandatanganan proses pengajuan ke bank plat merah tersebut,” tuturnya
Diberitakan sebelumnya tim penyidik Kejati Sumsel, beberapa waktu lalu telah menahan lima tersangka MS, Komisaris PT BSS periode 2016–2022; DO, Junior Analis Kredit Grup Analisis Risiko Kredit Divisi Kantor Pusat bank plat merah tahun 2013; ED, Account Officer/Relationship Manager Agribisnis Kantor Pusat bank plat merah periode 2010–2012; ML, Junior Analis Kredit Grup Analisis Risiko Kredit tahun 2013; dan RA, Relationship Manager Divisi Agribisnis Kantor Pusat periode 2011-2019.
Menurut Ketut, penetapan tersangka dilakukan setelah tim penyidik mengantongi alat bukti yang cukup sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Sebelumnya, para tersangka telah diperiksa sebagai saksi. Berdasarkan hasil pemeriksaan dan gelar perkara, penyidik menyimpulkan adanya keterlibatan para pihak dalam dugaan korupsi tersebut.
Dari enam tersangka, lima di antaranya langsung ditahan selama 20 hari, terhitung sejak 10 hingga 29 November 2025. Para tersangka MS, DO, ED, dan RA ditahan di Rutan Kelas I Palembang, sedangkan ML ditempatkan di Lapas Perempuan Klas II B Merdeka Palembang.
Sementara itu, tersangka WS belum ditahan karena tengah menjalani perawatan di rumah sakit.
Berdasarkan hasil perhitungan sementara, total kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp1,689 triliun. Setelah dikurangi hasil lelang aset senilai Rp506,15 miliar, kerugian bersih negara ditaksir sebesar Rp1,183 triliun.
Ketut menjelaskan, kasus ini bermula pada tahun 2011, saat PT BSS di bawah pimpinan WS mengajukan permohonan kredit investasi kebun inti dan plasma senilai Rp760,85 miliar.
Kemudian pada 2013, WS kembali mengajukan kredit investasi atas nama PT SAL sebesar Rp677 miliar untuk pembangunan kebun kelapa sawit inti dan plasma.
Dalam proses pengajuan, tim penilai dari bank diduga memasukkan data dan fakta yang tidak benar dalam memorandum analisa kredit. Akibatnya, pemberian kredit menjadi bermasalah, terutama terkait syarat agunan, pencairan dana plasma, dan realisasi pembangunan kebun yang tidak sesuai tujuan awal kredit.
Selain itu, kedua perusahaan juga memperoleh fasilitas kredit untuk pembangunan Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) dan kredit modal kerja, dengan rincian:
Total plafon kredit PT SAL: Rp862,25 miliar
Total plafon kredit PT BSS: Rp900,66 miliar
Akibat penyimpangan tersebut, fasilitas pinjaman kedua perusahaan kini berstatus kolektabilitas 5 (macet).
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan: Primair: Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 KUHP.
Subsidair: Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 KUHP. (DN)













