Persidangan Tipikor Palembang Hadirkan Saksi dari Perusahaan Jasa K3, Ungkap Alur Penyerahan Uang kepada Terdakwa

RIMAUNEWS.CO.ID, Palembang – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi penerimaan gratifikasi dan pemerasan terkait penerbitan Surat Keterangan (Suket) layak K3 kembali digelar di Pengadilan Tipikor Palembang, Senin (25/8/2025).

Kasus ini menjerat dua terdakwa, yakni Harni Rayuni dari Perusahaan Jasa Kesehatan dan Keselamatan Kerja (PJK3) Pembinaan PT Dhiya Aneka Teknik, serta Firmansyah Putra selaku Kepala Bidang di Disnakertrans Sumsel.

Dalam persidangan yang dipimpin Majelis Hakim Idi Il Amin SH MH, saksi Hansamu Hadi Yusuf (Wakil Direktur PJ K3 Karya Jaya) mengaku pernah menyuruh karyawannya menyerahkan sejumlah uang kepada terdakwa Firmansyah, atas arahan Dirut Deliar Marzoeki.

“Ada biaya pengurusan pembuatan berkas laporan pengujian K3 sebesar Rp 2,5 juta per alat, serta biaya penerbitan Suket Rp 650 ribu. Dari Januari–September 2024, tercatat 59 perusahaan dengan 657 permohonan Suket layak K3, dengan total mencapai Rp 497 juta,” ujar Hansamu.

Saksi lainnya, Nabila selaku Direktur Utama PT Multi Jaya Quality (MJQ), menyebut perusahaan yang dipimpinnya juga dikenakan biaya tinggi. “Untuk biaya pemeriksaan perusahaan dikenakan Rp 7,5 juta per unit, sementara untuk penerbitan Suket K3 Rp 550 ribu per unit. Dari Januari–Desember 2024 ada 1.018 unit dengan total Rp 524 juta lebih, yang saya serahkan melalui karyawan saya, Nasrun Hidayat, kepada terdakwa Firmansyah,” terangnya.

Hal itu dikuatkan oleh kesaksian Nasrun Hidayat (struktur energi PT MJQ). Ia mengaku diperintahkan langsung oleh Nabila untuk menyerahkan uang tersebut.

“Saya serahkan secara tunai bertahap kepada terdakwa Firmansyah, di ruang kerjanya di Kantor Disnakertrans Sumsel. Total sekitar Rp 550 juta untuk 1.018 unit pengurusan Suket sepanjang tahun 2024,” kata Nasrun.

Atas perbuatannya, penyidik menjerat kedua terdakwa dengan Pasal 12 huruf B dan huruf E, serta Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 jo. Pasal 56 KUHP.

Selain itu, nama Harni Rayuni juga terseret lantaran diduga terlibat dalam penerbitan surat mundur layak K3 untuk Gedung Atyasa, yang disebut sebagai rekomendasi Kadisnakertrans Sumsel. Surat tersebut diduga digunakan untuk menyamarkan kasus kecelakaan kerja yang menimpa Marta Saputra (41), kru lighting Wedding Aldila.

Korban sebelumnya mengalami kecelakaan lift barang di Gedung Atyasa hingga menyebabkan lengan putus dan kaki patah. Padahal, manajemen gedung diduga tidak pernah melakukan perawatan berkala maupun pengujian kelayakan lift selama lebih dari tiga tahun. Gedung Atyasa sendiri diketahui kerap digunakan untuk acara pernikahan. (DN)