RIMAUNEWS.CO.ID, Palembang – Perkara gugatan Kementerian LHK RI terhadap PT Kosindo Supratama, dengan nomor: 5/Pdt.G/LH/2024/PN Plg, di mana dalam gugatan tersebut meminta ganti rugi atas kebakaran lahan dengan nilai Rp 1,1 triliun, telah digelar di Pengadilan Negeri (PN) Palembang.
Dalam putusannya, majelis hakim yang diketuai oleh Agus Pancara SH MH, mengabulkan sebagian gugatan dengan nilai total ganti rugi dan pemulihan sebesar Rp 601 miliar.
“Mengadili bahwa perkara kebakaran lahan yang terjadi di Sumatera Selatan sepanjang Juni hingga September 2023, dengan menghukum pihak tergugat PT Kosindo Supratama untuk membayar denda sebesar Rp 601 miliar,” tegas hakim ketua saat membacakan amar putusan di persidangan.
Sidang tersebut dipimpin oleh majelis hakim Agus Pancara SH MH, didampingi oleh hakim anggota Zaenal Arif SH MH dan Kristanto Sahat SH MH. Dalam putusannya, majelis hakim mengabulkan sebagian gugatan yang dilayangkan Pemerintah Negara Republik Indonesia melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK) dengan gugatan ganti kerugian dan tindakan pemulihan akibat kerusakan lingkungan hidup dengan pertanggungjawaban mutlak (strict liability) sebesar Rp 1,1 triliun.
Sidang gugatan ini bergulir sejak bulan Agustus hingga Oktober 2023, di mana Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mendeteksi titik panas (hotspot) di lokasi yang dikuasai oleh tergugat yang berada di Desa Tulung Selapan Ilir, Kecamatan Tulung Selapan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan, melalui citra satelit. Berdasarkan data tersebut, pada tanggal 16 Oktober 2023, KLHK menugaskan tim untuk melakukan verifikasi lapangan guna memeriksa keadaan dan mengambil sampel untuk diteliti di laboratorium Indonesia Center for Biodiversity and Biotechnology Bogor (ICBB Bogor).
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, ditemukan bahwa telah terjadi kebakaran lahan gambut di lokasi yang dikuasai atau diusahakan oleh tergugat PT Kosindo Supratama, dengan luas lahan yang terbakar mencapai lebih dari 3 hektare. Kebakaran lahan tersebut disebabkan oleh tidak tersedianya sarana dan prasarana pencegahan dini kebakaran lahan di lokasi, serta minimnya upaya pengendalian kebakaran yang dilakukan oleh tergugat.
Menurut Humas Pengadilan Negeri (PN) Palembang, Romi Sinatra SH MH, dalam gugatannya, Penggugat KLHK RI mengajukan petitum untuk menghukum tergugat mengganti kerugian lingkungan hidup sebesar Rp 333 miliar, melakukan rangkaian tindakan pemulihan lingkungan hidup dengan rencana biaya sebesar Rp 809 miliar, serta denda, uang paksa, dan putusan serta merta, dengan total sekitar Rp 1,1 triliun.
“Setelah majelis hakim memeriksa perkara pada persidangan, dengan mempertimbangkan fakta persidangan, alat bukti surat, keterangan saksi, keterangan ahli yang diajukan oleh penggugat dan tergugat, serta hasil pemeriksaan setempat yang dilakukan di lokasi, majelis hakim menjatuhkan putusan sebagai berikut: 1. Mengabulkan gugatan penggugat sebagian; 2. Menyatakan gugatan ini menggunakan pembuktian dengan prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability); 3. Menghukum tergugat untuk membayar ganti kerugian lingkungan hidup sebesar Rp 166.923.788.525,00 (seratus enam puluh enam miliar sembilan ratus dua puluh tiga juta tujuh ratus delapan puluh delapan ribu lima ratus dua puluh lima rupiah); 4. Menghukum tergugat untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan hidup dengan rencana biaya sebesar Rp 435.517.557.285,00 (empat ratus tiga puluh lima miliar lima ratus tujuh belas juta lima ratus lima puluh tujuh ribu dua ratus delapan puluh lima rupiah); 5. Menghukum tergugat untuk membayar uang paksa sebesar Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) per hari untuk setiap keterlambatan pelaksanaan tindakan pemulihan lingkungan hidup; 6. Menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara; 7. Menolak gugatan penggugat selain dan selebihnya,” jelasnya.
Romi menguraikan bahwa dalam proses pembuktiannya, majelis hakim juga melaksanakan pemeriksaan setempat di lahan Desa Simpang Tiga, Kecamatan Tulung Selapan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, sekitar 3.049,46 hektar lahan gambut yang dikelola oleh PT Kosindo Supratama. Di lapangan, majelis hakim menemukan bahwa tergugat tidak menyiapkan sarana dan prasarana pemadam untuk meminimalisir potensi kebakaran lahan.
“Seperti embung air jumlahnya tidak memadai dari luasnya lahan yang dimiliki. Begitu juga dengan menara pemantau kebakaran lahan, kondisinya juga sudah rusak dan tidak terawat,” tegasnya. (DN)