PT TPAI Diduga Serobot Lahan Warga: Masyarakat Upang Jaya Protes 12 Tahun Tanpa Kepastian Hak Plasma

RIMAUNEWS.CO.ID, Palembang – Konflik lahan plasma perkebunan kelapa sawit antara warga Desa Upang Jaya, Kecamatan Muara Telang, Kabupaten Banyuasin dengan PT Trans Pasifik Agro Industri (TPAI) terus bergulir.

Kepolisian Daerah (Polda) Sumatra Selatan (Sumsel) menurunkan tim dari Subdit 2 Unit I Harda Direktorat Reskrimum melakukan cek lokasi yang menjadi sengketa, bersama perwakilan dari BPN Kabupaten Banyuasin, Dinas Perkebunan Kabupaten Banyuasin, dan Dinas Perkimtan Kabupaten Banyuasin, serta pendamping warga Desa Upang Jaya dari DPD Gerakan Karya Justitia Indonesia (GKJI) Sumsel, ke Desa Upang Jaya, Selasa (22/7/2025).

Ketua DPD GKJI Sumsel Lius Eka Brahma Saputra menyatakan, pihaknya telah sejak tiga tahun belakangan ini mendampingi warga Desa Upang Jaya menuntut keadilan atas hak-haknya yang seolah dikangkangi PT TPAI.

“Mewakili warga Desa Upang Jaya kami (DPD GKJI Sumsel) mengejar tanggung jawab PT TPAI. Karena ada kewajiban perusahaan kepada warga yang belum dipenuhi, bagaimana lahan inti bisa berdiri jika lahan plasma belum dipenuhi,” ujarnya saat menggelar pertemuan di Kantor Desa Upang Jaya, Selasa (22/7/2025).

Ditambahkannya, hampir 12 tahun sejak PT TPAI hadir di Desa Upang Jaya, sebagian besar masyarakat hanya jadi penonton. Persoalan ini masih menurut Lius, telah pula dibawa pihaknya ke DPRD Provinsi Sumsel, Kejaksaan Agung (Kejagung), hingga menggelar aksi demonstrasi di Mabes Polri, Jakarta.

“Jadi bisa dikatakan, apa pun yang terjadi dan siapa pun yang menghalangi, kami (DPD GKJI Sumsel) tak akan mundur lagi, untuk memperjuangkan hak-hak warga Desa Upang Jaya ini,” pungkasnya.

Di kesempatan yang sama, Kanit Subdit 2 Unit I Harda, Ditreskrimum Polda Sumsel AKP Bambang Julianto mengatakan, pihaknya melakukan pengecekan lokasi atau titik koordinat lahan plasma yang menjadi sengketa antara warga Desa Upang Jaya dengan PT TPAI ini untuk, melihat secara langsung apa yang menjadi akar permasalahan untuk kemudian bersama-sama mencari solusi yang terbaik untuk persoalan ini.

“Karena sesuai SK Bupati lahan plasma itu seluas 910 hektare, tapi yang ada (terealisasi) saat ini hanya 294 hektare,” kata Bambang.

Kades Upang Jaya, Meilizah menambahkan, sebagai tuan rumah dirinya mempersilakan seluruh pihak yang berkepentingan termasuk warga Desa Upang Jaya untuk ikut ke lapangan bersama-sama melakukan pengecekan lokasi.

“Karena sejak saya menjabat Kades kekurangan lahan plasma seluas kurang lebih 616 hektare ini juga saya tidak ketahui dimana titiknya,” ringkas Meilizah.

Sementara itu, diketahui, Desa Upang Jaya sendiri memiliki lahan seluas 3.794 hektare yang kemudian dimanfaatkan PT TPAI untuk membuka lahan perkebunan kelapa sawit seluas kurang lebih 3.500 hektare dengan sistem plasma dengan perjanjian awal, perusahaan 70 persen dan masyarakat 30 persen.

Sebagai legalisasi, kesepakatan ini dituangkan melalui SK Bupati Banyuasin kala itu, (almarhum) Amiruddin Inoed, dengan SK Nomor 477 tahun 2012 yang menyebutkan kurang lebih 910 hektare lahan diberikan untuk para anggota plasma, namun praktik di lapangan, hanya seluas 294 hektare lahan plasma yang direalisasikan perusahaan.

Karenanya warga menduga kuat PT TPAI terlibat dalam kasus penyerobotan lahan milik warga Desa Upang Jaya. Masyarakat mengaku tidak pernah menerima ganti rugi atas lahan tersebut, dan hak atas lahan plasma juga tak kunjung seluruhnya direalisasikan perusahaan. (*)