RIMAUNEWS.CO.ID, Palembang – Dalam sidang dengan agenda pledoi atau nota pembelaan dari terdakwa Kopda Bazarsah yang menanggapi tuntutan mati dari tim oditur.
Untuk diketahui dalam kasus dugaan penembakan yang menewaskan tiga anggota polisi, Bripka Petrus Apriyanto, Iptu Lusiyanto dan Bripda Ghalip Surya Ganta, di Kabupaten Way Kanan, Lampung, menjerat terdakwa oknum anggota TNI atas nama Kopda Bazarsah.
Dalam pledoi atau nota pembelaan dari terdakwa Kopda Bazarsah, kuasa hukum terdakwa Kopda Bazarsah yakni Kapten Chk Fadly Yahri Sitorus ketika membacakan pledoi dihadapan majelis hakim mengatakan, tanggapan atas saksi fakta yang terungkap di persimpangan dan tanggapan terhadap saksi yakni serta keterangan terdakwa.
Bahwa dalam perkara ini Oditur Militer keliru menyatakan terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain karena tidak didukung dengan alat bukti yang lengkap.
Lanjut Fadly Yahri, tanggapan terhadap Keterangan para saksi fakta, bahwa dari keterangan saksi-saksi yang hadir dalam persidangan, tidak ada satupun yang mengetahui dan melihat secara langsung Terdakwa melakukan penembakan ke arah Iptu Lusiyanto, Bripka Petrus Ardiyanto, dan Bripda Ghalib Surya.
“Dimana saksi hanya melihat Terdakwa memegang senjata api dan hanya melihat Iptu Lusiyanto, Bripka Petrus Ardiyanto, dan Bripda Ghalib Surya yang sudah tergeletak berlumuran darah,” ungkapnya.
Sambungnya, bahwa untuk membuktikan terdakwa bersalah melakukan perbuatan dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain yang didakwakan, harus disertai satu alat bukti yang sah lainnya.
“Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 173 Ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer,” katanya.
“Keterangan saksi sebagai alat bukti adalah keterangan yang dinyatakan saksi di sidang Pengadilan dan keterangan seorang saksi saja tidak cukup membuktikan bahwa terdakwa bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya,” tambahnya.
Lalu, ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya.
“Dari ketentuan Undang-Undang ini jelas bahwa untuk membuktikan adanya perbuatan pembunuhan berencana yang dilakukan Terdakwa harus dapat dibuktikan di sidang Pengadilan, dan dalam perkara ini pun tidak ada saksi-saksi,” tegasnya.
Ia mengatakan, tanggapan terhadap mengenai keterangan para saksi ahli fakta, saksi hhli Balistik AKP Vidya Rina Wulandari, bahwa secara formil telah terdapat cacat hukum.
Sesuai dengan hukum acara Peradilan Militer, sidang terdakwa Kopda Basarzah berlaku hukum acara Pidana Militer namun disini terdapat ketidak tertiban admistrasi dimana saksi ahli mulai dari tingkat penyidikan telah salah prosedur dan dihadirkan bukan berdasarkan permohonan dari Penyidik Denpom II/3 Lampung, namun dihadirkan berdasarkan surat permohonan dari Ditreskrimum Polda Lampung Nomor: B/638/III/Res. 1.7/2025 Ditreskrimum tanggal 19 Maret 2025.
Oleh itu dalam pledoi ini, memohon kepada Majelis hakim yang mulia kiranya sependapat dengan penasihat hukum dan berkenan memutus perkara ini sebagai berikut menyatakan Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan kesatu dari tuntutan Oditur Militer.
“Menjatuhkan pidana yang seringan-ringannya kepada Terdakwa dan Apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil adilnya (jex aequo et bone),” tuturnya.
Diberitakan sebelumnya dalam sidang dipimpin langsung majelis hakim Pengadilan Militer I-04 Palembang yang diketuai Kolonel CHK Fredy Ferdian Isnartanto SH MH dibantu dua hakim anggota Mayor Chk (K) Endah Wulandari SH MH dan Mayor CHK Arif Dwi Prasetyo SH.
Dalam agenda tuntutan, tim Oditur menyatakan bahwa perbuatan terdakwa Kopka Bazarsya terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan, kepemilikan senjata api secara ilegal, dan pengelolaan judi tanpa izin sebagaimana tiga dakwaan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Darurat Nomor 12 tahun 1951 tentang senjata api, serta Pasal 303 KUHP Jo Pasal 55 tentang perjudian.
Sehingga terdakwa layak mendapat hukuman mati dan dikenakan pidana tambahan. (DN)