RIMAUNEWS.CO.ID, Palembang – Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi pengadaan APAR, pompa pemadam portable, dan selang di desa-desa se-Kabupaten Empat Lawang tahun anggaran 2022–2023 kembali digelar di Pengadilan Tipikor Palembang, Rabu (3/12/2025).
Agenda sidang kali ini adalah pembacaan eksepsi oleh penasihat hukum terdakwa, Bembi Adisaputra.
Sidang dipimpin majelis hakim yang diketuai Pitriadi SH MH, serta dihadiri Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Empat Lawang.
Eksepsi dibacakan secara bergantian oleh tim penasihat hukum terdakwa, H. Amirul Husni SH dan Dr. Saipuddin Zahri SH MH.
Dalam eksepsinya, Amirul Husni menilai surat dakwaan JPU kabur (obscuur libel) karena tidak memenuhi unsur uraian yang cermat, jelas, dan lengkap sebagaimana diwajibkan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP.
Ia menyoroti bahwa dalam dakwaan primair, subsidair, dan lebih subsidair, JPU mencantumkan nilai dugaan kerugian atau keuntungan yang diduga diterima oleh tiga orang—Bembi Adisaputra, Afrizal SP bin M. Nuh, dan Fauzan Khoiri AP MM—secara kumulatif sebesar Rp 1.051.064.800. Namun, dakwaan tidak menjelaskan secara rinci jumlah yang diterima masing-masing. Sementara terhadap saksi lain, seperti Norman Saputra, Jancik, dan Vonny Sumantri, JPU justru merinci jumlah nominal secara jelas.
Menurut Amirul, ketidakjelasan tersebut berpotensi menimbulkan persoalan dalam penerapan pidana uang pengganti sesuai Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Tipikor, mengingat hukum tipikor tidak mengenal konsep tanggung renteng. Karena itu, menurut tim penasihat hukum, dakwaan semestinya memuat rincian penerimaan masing-masing pihak.
Penasihat hukum juga mempersoalkan struktur dakwaan yang disusun secara subsider.
Dakwaan primair menggunakan Pasal 2 ayat (1) dengan ancaman minimal 4 tahun, dakwaan subsidair menggunakan Pasal 3 dengan ancaman minimal 1 tahun, namun dakwaan lebih subsidair menggunakan Pasal 12 huruf e yang ancaman minimalnya kembali 4 tahun, lebih tinggi daripada dakwaan subsidair.
“Penyusunan seperti ini keliru. Dakwaan lebih subsidair seharusnya menggunakan pasal yang ancaman hukumannya lebih ringan,” tegas Amirul.
Selain itu, tim penasihat hukum juga menyebut adanya ketidakkonsistenan JPU karena sejumlah pihak yang disebut menerima dana di antaranya Fauzan Khoiri, Norman Saputra, Jancik, dan Vonny Sumantri tidak pernah ditetapkan sebagai tersangka, meskipun nama-nama tersebut berulang kali muncul dalam dakwaan
Berdasarkan argumentasi tersebut, penasihat hukum meminta majelis hakim untuk:
Mengabulkan eksepsi penasihat hukum terdakwa untuk seluruhnya.
Menyatakan Surat Dakwaan Nomor PDS-02/L.6.20/Ft.1/11/2025 batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima.
Mencoret perkara Nomor 78/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Plg dari register pengadilan.
Membebaskan terdakwa Bembi Adisaputra S.Ab dari tahanan.
Membebankan biaya perkara kepada negara.
Setelah mendengarkan eksepsi dari penasihat hukum, majelis hakim menunda persidangan dan menjadwalkan sidang berikutnya pekan depan dengan agenda replik dan duplik.
Dalam dakwaannya, JPU menyebut Bembi, selaku Koordinator Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Empat Lawang periode 2021–2023, diduga bersama saksi Aprizal SP mengarahkan dan mengondisikan pengadaan APAR di puluhan desa tanpa mekanisme yang sah.
Pada tahun 2022, terdakwa diduga mengintervensi pengadaan APAR di 9 desa pada dua kecamatan. Pada tahun 2023, intervensi diperluas ke 138 desa di 10 kecamatan dengan meminta agar pengadaan APAR dimasukkan ke dalam APBDes. Program tersebut dinilai tidak melalui musyawarah desa, tidak berbasis kebutuhan masyarakat, serta diduga disertai mark-up dengan penambahan pengadaan pompa pemadam dan selang.
JPU menilai proses pengadaan tersebut tidak sesuai dengan PP Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa, sebagaimana diubah PP Nomor 8 Tahun 2016.
Terdakwa bersama Aprizal juga disebut meminta dan mengumpulkan dana pengadaan APAR dari kepala desa, baik secara langsung maupun melalui pendamping desa. Setelah dana terkumpul, sebagian APAR tidak dibelikan, jumlah pengadaan tidak sesuai, beberapa barang diterima dalam kondisi rusak, serta tidak dilengkapi bukti pertanggungjawaban yang sah.
Berdasarkan Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Negara, total kerugian mencapai Rp 2.051.209.581,97.
Atas perbuatannya, JPU mendakwa Bembi melanggar Pasal 3 dan Pasal 2 jo Pasal 18 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (DN)













