RIMAUNEWS.CO.ID, Palembang – Jaksa Penuntut Umum (JPU) kembali menghadirkan lima orang saksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan korupsi proyek pembangunan prasarana Light Rail Transit (LRT) Sumatera Selatan, yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp74,05 miliar.
Perkara ini menyeret mantan Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan periode 2016–2017, Prasetyo Boeditjahjono, sebagai terdakwa.
Lima saksi yang dihadirkan yakni Adi Wibowo (Direktur Operasional PT Waskita Karya), Muhammad Choliq (mantan Direktur Utama PT Waskita Karya), Agus Heriyanto (karyawan PT Waskita Karya), serta dua ASN Kementerian Perhubungan, Sri Rahayu dan Rian Yestianto.
Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Pitriadi SH MH. Dalam keterangannya, saksi Muhammad Choliq mengatakan bahwa dirinya tidak terlibat dalam proses penunjukan pihak perencana maupun tahapan teknis proyek.
Choliq menjelaskan bahwa sejak awal LRT dibangun dengan metode design and build, di mana perencanaan dan pembangunan berjalan paralel.
Ia menyebut proyek itu bergulir sesuai kebijakan pemerintah pusat, melalui Perpres yang mengarahkan pembangunan kepada Kementerian Perhubungan.
“Metode pembangunan LRT itu design and build. Perencanaan dari pemerintah, bukan dari kami,” ujarnya.
Meski memimpin perusahaan, Choliq menegaskan bahwa pelaporan teknis proyek tidak naik hingga level direktur utama. Menurutnya, sistem kerja Waskita Karya kala itu menempatkan kepala divisi sebagai pucuk pimpinan tertinggi proyek.
“Secara proyek, tidak ada yang khusus melapor sampai ke Direktur Utama. Setiap bulan hanya laporan umum: target, produksi, laba, dan persoalan besar. Hal teknis itu semua domain kepala divisi,” jelasnya.
Ia juga menerangkan bahwa kepala divisi memiliki kewenangan penuh dalam pengadaan, pembelian material, hingga penunjukan kontraktor atau subkontraktor. “Kepala divisi itu diangkat melalui akta notaris. Keputusan mereka tidak wajib melapor ke Dirut,” tambah Choliq.
Saat ditanya mengenai PT Perencanaan Jaya perusahaan yang disebut-sebut terlibat dalam desain awal Choliq mengaku mengenal pimpinannya, Babang Haryadi, hanya sebagai rekan bermain golf. “Terus terang saya tidak tahu bagaimana proses penunjukan Perencanaan Jaya,” katanya.
Dalam persidangan, Ketua Majelis Hakim sempat menegur Choliq yang beberapa kali tampak ragu dalam menjawab. “Bapak jangan begitu, bisa dianggap menghambat pemeriksaan. Jangan ceplas-ceplos berubah jawaban,” ujar hakim.
Choliq juga menyampaikan bahwa ia mengenal terdakwa karena pernah berada dalam satu lingkungan kerja baik sebagai direktur maupun pejabat kementerian. “Karena sama-sama alumni dari institusi yang sama.
“Secara teknis kami sering bertemu karena posisi mereka kepala divisi atau direktur operasi,” katanya.
Proyek LRT Palembang sendiri melibatkan dua periode kepemimpinan Menteri Perhubungan, masing-masing Ignasius Jonan dan Budi Karya Sumadi. Choliq menyebut dalam beberapa rapat kementerian, terdakwa turut hadir sebagai pejabat terkait.
Diketahui, tiga mantan pejabat Waskita sebelumnya telah divonis dalam kasus yang sama, termasuk Tukijo selaku Kepala Divisi yang dinilai memiliki kewenangan besar dalam pengelolaan anggaran proyek. (DN)













